2
1005

Nakamoto: Beralih Dari Bridgestone Ke Michelin, Butuh Waktu Dan Biaya Tinggi

GILAMOTOR.com – Brigestone telah menyatakan menghentikan pasokan ban di MotoGP akhir 2015 nanti. 2016 nanti, pabrikan ban asal Prancis, Michelin, akan kembali ke balapan paling bergengsi sejagad setelah mundur dari MotoGP pada 2008.

Pergantian dari Brigestone ke Michelin akan membawa perubahan besar di MotoGP terutama pada setup motor. Bentuk, kompon, dan struktur pasti akan banyak mengubah setingan motor. Perubahan ini nampaknya akan menjadi masalah baru bagi semua tim, karena perlu waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk perubahan setingan.

Honda merupakan salah satu pabrikan yang memiliki pengalaman ikhwal pergantian penggunaan ban saat berpindah dari Michelin ke Bridgestone.

Bos Honda Shuhei Nakamoto khawatir transisi dari Bridgestone ke Michelin akan memakan waktu dan biaya yang besar.

Seperti yang dikatakan Nakamoto pada jurnalis MCN, “Kami menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk memahami ban Bridgestone, kami mencoba banyak settingan termasuk mengubah sasis, lengan ayun, dan banyak settingan geometri untuk dapat memahami karakteristik ban yang kami gunakan sekarang,” kata Nakamoto.

“Jadi mengganti ban dengan suplier yang baru berarti kita harus melakukannya lagi, pastinya butuh kerja keras dan biaya yang tinggi. Kami masih mempelajari ban Bridgestone, terutama jika konstruksinya berubah. Menurutku saat ini kami baru mengerti 80% dari performa ban Bridgestone yang sesungguhnya.”

“Untuk lebih kompetitif dengan Yamaha setidaknya butuh 70% pemahaman tentang ban. Tapi jika hanya 50% kami akan kesulitan dan mungkin hasil yang kita miliki sekarang akan berubah walaupun ada Marc Marquez pembalap terbaik yang kita miliki saat ini. Jika kami bisa memahami sedikitnya 70%, itu sudah cukup bagi kami,” pungkas Nakamoto.

Teks: Yudi | Foto: MotoGP

2 COMMENTS

  1. I’m sorry, but I really don’t see anyinthg interesting in that TIME article at all. It is just the same old “declining Japan” story with a bit of a local spin. I felt like saying “Yes, and?” after reading it. Wow! Japan has a lot of bureaucrats! You don’t say!(“Statistics for the 2004-05 period show that Japan had 5,380,000 people working for the central and local governments and for quasi-public bodies, compared with 5,740,000 of Germany, 5,680,000 of France, 5,840,000 of the United Kingdom and 21,660,000 of the United States.” And there are more stats to show that bureaucratic control of government actually began to decline in the 1970s.)A few things that the author might mention is that Japan may well have kept its manufacturing sector intact, and the world may love LG TVs but Japanese companies have figured out that the most profitable parts of a television isn’t the set itself, but the components inside it. Those Korean televisions that the author gushes over are full of Japanese parts. And that’s why Japan maintains a trade surplus with Korea.Speaking of trade, not once did the author mention the weight of domestic consumption, nor the fact that when Japan was a roaring economy and seen as a trading rival of the U.S., the domestic economy was huge even then. If I am going to accept his assertion that Japan needs to focus less on exports, I’d like to see a few figures. Same with sovereign debt and interest. Etc, etc, etc.Japan’s growth has slowed, yes, and it has social problems, yes, but that article doesn’t even begin to describe them, let alone offer solutions. It just repeats the same old line.